Bintang merupakan benda langit yang memancarkan
cahaya.
Terdapat bintang semu dan bintang nyata. Bintang semu adalah bintang
yang tidak menghasilkan cahaya sendiri, tetapi memantulkan cahaya yang
diterima dari bintang lain. Bintang nyata adalah bintang yang
menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum sebutan bintang adalah objek
luar angkasa yang menghasilkan cahaya sendiri (bintang nyata).
Menurut
ilmu astronomi, definisi bintang adalah:
Oleh sebab itu bintang
katai putih dan
bintang neutron yang sudah tidak memancarkan
cahaya atau energi tetap disebut sebagai bintang. Bintang terdekat dengan
Bumi adalah
Matahari pada jarak sekitar 149,680,000 kilometer, diikuti oleh
Proxima Centauri dalam rasi bintang
Centaurus berjarak sekitar empat
tahun cahaya.
Sejarah Pengamatan
Bintang-bintang telah menjadi bagian dari setiap kebudayaan. Bintang-bintang digunakan dalam praktik-praktik keagamaan, dalam
navigasi, dan ber
cocok tanam.
Kalender Gregorian, yang digunakan hampir di semua bagian dunia, adalah
kalender Matahari, mendasarkan diri pada posisi
Bumi relatif terhadap bintang terdekat, Matahari.
Astronom-astronom awal seperti
Tycho Brahe berhasil mengenali ‘bintang-bintang baru’ di langit (kemudian dinamakan
novae) menunjukkan bahwa langit tidaklah kekal. Pada 1584
Giordano Bruno
mengusulkan bahwa bintang-bintang sebenarnya adalah Matahari-matahari
lain, dan mungkin saja memiliki planet-planet seperti Bumi di dalam
orbitnya,
[1] ide yang telah diusulkan sebelumnya oleh filsuf-filsuf
Yunani kuno seperti
Democritus dan
Epicurus.
[2]
Pada abad berikutnya, ide bahwa bintang adalah Matahari yang jauh
mencapai konsensus di antara para astronom. Untuk menjelaskan mengapa
bintang-bintang ini tidak memberikan tarikan gravitasi pada tata surya,
Isaac Newton mengusulkan bahwa bintang-bintang terdistribusi secara merata di seluruh langit, sebuah ide yang berasal dari teolog
Richard Bentley.
[3]
Astronom Italia
Geminiano Montanari merekam adanya perubahan
luminositas pada bintang
Algol pada 1667.
Edmond Halley menerbitkan pengukuran pertama
gerak diri dari sepasang bintang “tetap” dekat, memperlihatkan bahwa mereka berubah posisi dari sejak pengukuran yang dilakukan
Ptolemaeus dan
Hipparchus. Pengukuran langsung jarak bintang
61 Cygni dilakukan pada 1838 oleh
Friedrich Bessel menggunakan teknik
paralaks.
William Herschel
adalah astronom pertama yang mencoba menentukan distribusi bintang di
langit. Selama 1780an ia melakukan pencacahan di sekitar 600 daerah
langit berbeda. Ia kemudian menyimpulkan bahwa jumlah bintang bertambah
secara tetap ke suatu arah langit, yakni pusat
galaksi Bima Sakti. Putranya
John Herschel mengulangi pekerjaan yang sama di hemisfer langit sebelah selatan dan menemukan hasil yang sama.
[4]
Selain itu William Herschel juga menemukan bahwa beberapa pasangan
bintang bukanlah bintang-bintang yang secara kebetulan berada dalam satu
arah garis pandang, melainkan mereka memang secara fisik berpasangan
membentuk sistem
bintang ganda.
Penamaan
Konsep rasi bintang telah dikenal sejak zaman
Babilonia.
Para pengamat langit kuno membayangkan pola tertentu terbentuk oleh
susunan bintang yang menonjol, dan menghubungkannya dengan aspek
tertentu dari alam atau mitologi mereka. Dua belas dari susunan ini
terletak pada garis
ekliptika dan menjadi dasar bagi
astrologi.
[5] Banyak pula bintang-bintang individu yang menonjol diberi nama tersendiri, khususnya dengan penamaan
Arab atau
Latin.
Sebagaimana beberapa rasi bintang tertentu dan matahari, beberapa bintang juga memiliki
mitologinya sendiri.
[6] Bagi orang
Yunani kuno, beberapa "bintang", yang dikenal sebagai
planet (
bahasa Yunani:
πλανήτης [
planētēs],
pengembara), mewakili berbagai dewa penting mereka yang menjadi sumber nama bagi planet
Merkurius,
Venus,
Mars,
Jupiter dan
Saturnus.
[6] Uranus dan
Neptunus juga adalah dewa-dewa
Yunani dan
Romawi, namun belum dikenal pada masa kuno karena sinarnya yang redup. Nama keduanya diberikan oleh para astronom berikutnya.
Kira-kira tahun 1600, nama rasi bintang digunakan untuk menamakan bintang-bintang dalam wilayah langitnya. Astronom Jerman
Johann Bayer menciptakan serangkaian peta bintang yang menggunakan
huruf Yunani sebagai
nama bagi bintang-bintang pada tiap rasi bintang. Setelah itu sistem penomoran berdasarkan
asensio rekta bintang diciptakan oleh
John Flamsteed dan ditambahkan ke katalog bintang dalam bukunya
"Historia coelestis Britannica" (edisi tahun 1712). Sistem penomoran ini nantinya akan dikenal sebagai
Penamaan Flamsteed atau
Penomoran Flamsteed.
[7][8]
Satu-satunya otoritas yang diakui secara internasional dalam penamaan benda angkasa adalah
Persatuan Astronomi Internasional (
International Astronomical Union, IAU).
[9] Terdapat sejumlah perusahaan swasta yang menjual nama-nama bintang, yang menurut
Perpustakaan Britania merupakan perusahaan komersial
tak teregulasi.
[10][11]
Namun IAU telah memutuskan hubungan dengan praktik komersial ini, dan
nama-nama tersebut tidak diakui dan tidak dipergunakan oleh IAU.
[12] Salah satu perusahaan penamaan yang demikian adalah
International Star Registry (ISR) yang pada tahun 1980-an dituduh melakukan
praktik penipuan
karena membuat seolah-olah nama-nama yang mereka berikan resmi. Praktik
ISR yang sudah berhenti ini secara informal dilabeli sebagai penipuan
dan kecurangan,
[13][14][15][16]
dan Departemen Urusan Konsumen Kota New York menerbitkan sebuah
peringatan bagi ISR karena melakukan praktik dagang yang menyesatkan.
[17][18]
Radiasi
Energi yang dihasilkan oleh bintang dari
fusi nuklir memancar ke ruang angkasa dalam bentuk
radiasi elektromagnetik dan
radiasi partikel. Radiasi partikel yang dipancarkan bintang terwujud dalam bentuk
angin bintang,
[19] yang mengalirkan
proton bebas,
partikel alfa bermuatan listrik, dan
partikel beta dari lapisan luar bintang. Terdapat juga aliran tetap
neutrino yang berasal dari inti bintang, walaupun neutrino-neutrino ini hampir tidak bermassa.
Bintang bersinar sangat terang akibat produksi energi pada intinya, yang menggabungkan dua atau lebih
inti atom dan membentuk inti atom tunggal unsur yang lebih berat serta melepaskan
foton sinar gama dalam prosesnya. Begitu energi ini mencapai lapisan luar bintang, energi ini berubah ke dalam bentuk lain
energi elektromagnetik yang berfrekuensi lebih rendah, misalnya
cahaya tampak.
Warna bintang, yang ditentukan oleh
frekuensi cahaya tampaknya yang paling kuat, tergantung pada suhu lapisan luar bintang, termasuk
fotosfernya.
[20] Selain cahaya tampak, bintang juga memancarkan bentuk-bentuk lain radiasi elektromagnetik yang tidak
kasat mata. Sebenarnya radiasi elektromagnetik bintang meliputi keseluruhan
spektrum elektromagnetik, dari yang
panjang gelombangnya terpanjang yaitu
gelombang radio, ke
inframerah, cahaya tampak,
ultraungu, hingga
sinar X dan
sinar gama
yang panjang gelombangnya paling pendek. Jika dilihat dari jumlah
keseluruhan energi yang dipancarkan oleh sebuah bintang, tidak semua
komponen radiasi elektromagnetik bintang memiliki jumlah yang
signifikan, namun seluruh frekuensi tersebut memberikan kita wawasan
tentang fisik bintang.
Dengan menggunakan
spektrum bintang, astronom dapat menentukan suhu permukaan,
gravitasi permukaan, metalisitas, dan
kecepatan rotasi
sebuah bintang. Jika jarak sebuah bintang diketahui, misalnya dengan
mengukur paralaksnya, maka luminositasnya dapat dihitung. Massa,
jari-jari, gravitasi permukaan dan periode rotasi dapat diperkirakan
dengan berdasarkan model bintang. (Massa bintang-bintang dalam
sistem biner dapat dihitung dengan mengukur jarak dan kecepatan orbitnya. Efek
lensa-mikro gravitasi dipergunakan untuk mengukur massa bintang tunggal.
[21]) Dengan menggunakan parameter-parameter ini, astronom juga dapat memperkirakan umur sebuah bintang.
[22]
Luminositas
Luminositas bintang adalah jumlah
cahaya dan bentuk
energi radiasi lainnya yang dipancarkan oleh bintang per satuan waktu. Luminositas bintang diukur dalam satuan
daya (
watt). Luminositas bintang ditentukan oleh ukuran jari-jari dan suhu permukaannya. Dengan menganggap bahwa sebuah bintang adalah
benda hitam sempurna, maka luminositasnya adalah:
- L=4πR2σT4e
dimana
L adalah luminositas,
σ adalah
tetapan Stefan-Boltzmann,
R adalah
jari-jari bintang dan
Te adalah
temperatur efektif bintang.
Jika jarak bintang dapat diketahui, misalnya dengan menggunakan
metode paralaks, luminositas sebuah bintang dapat ditentukan melalui
hubungan
- E=L4πd2
dengan
E adalah fluks pancaran,
L adalah luminositas dan
d adalah jarak bintang ke pengamat.
Namun banyak bintang yang memancarkan cahaya dengan
fluks (jumlah energi yang dipancarkan per satuan luas) yang tidak seragam di seluruh permukaannya. Bintang
Vega
yang berputar sangat cepat, misalnya, memiliki fluks energi yang lebih
tinggi pada kutub-kutubnya dibandingkan dengan ekuatornya.
[23] Noda-noda di permukaan bintang yang memiliki suhu dan luminositas yang lebih rendah dari rata-rata disebut dengan
bintik bintang.
Bintang katai yang kecil, seperti matahari kita, umumnya memiliki
permukaan yang cukup mulus dengan hanya sedikit bintik bintang.
Bintang-bintang raksasa yang lebih besar memiliki bintik bintang yang
lebih besar dan lebih kelihatan,
[24] dan bintang-bintang ini juga menunjukkan
penggelapan pinggiran
yang lebih kuat. Penggelapan pinggiran adalah penurunan tingkat
kecerahan cahaya pada cakram bintang mendekati daerah pinggirannya.
[25] Bintang-bintang suar katai merah seperti
UV Ceti dapat memiliki bintik bintang yang menonjol di permukaannya.
[26]
Magnitudo
Terangnya
cahaya yang tampak dari sebuah bintang disebut dengan istilah magnitudo
semu, yaitu terangnya sebuah bintang yang merupakan fungsi dari
luminositas bintang, jarak dari bumi dan perubahan cahayanya saat
melintasi atmosfer bumi. Magnitudo mutlak atau magnitudo intrinsik
adalah magnitudo semu sebuah bintang jika jarak antara bumi dengan
bintang tersebut adalah 10 parsec (32,6 tahun cahaya), sehingga
berhubungan langsung dengan luminositas bintang dan menyatakan kecerahan
bintang yang sebenarnya.
Jumlah bintang yang lebih terang dari magnitudo:
Magnitudo
semu |
Jumlah
bintang[27] |
0 |
4 |
1 |
15 |
2 |
48 |
3 |
171 |
4 |
513 |
5 |
1.602 |
6 |
4.800 |
7 |
14.000 |
Baik skala magnitudo semu maupun magnitudo mutlak adalah
satuan logaritmis di mana selisih satu magnitudo sama dengan perbedaan kecerahan sekitar 2,5 kali
[28]
(akar pangkat 5 dari 100, atau mendekati 2,512). Hal ini berarti
bintang dengan nilai magnitudo +1 kira-kira 2,5 kali lebih terang
daripada bintang dengan nilai magnitudo +2, dan kira-kira 100 kali lebih
terang daripada bintang dengan nilai magnitudo +6. Bintang teredup yang
dapat dilihat mata telanjang dalam kondisi pengamatan yang baik adalah
bintang dengan nilai magnitudo kira-kira +6.
Dalam skala magnitudo semu maupun magnitudo tampak, semakin kecil
nilai magnitudonya, maka semakin terang pula bintang tersebut; semakin
besar nilai magnitudonya, semakin redup. Bintang-bintang paling terang
pada kedua skala tersebut memiliki nilai magnitudo yang negatif.
Perbedaan terang cahaya (Δ
L) antara dua bintang dihitung dengan mengurangkan nilai magnitudo bintang yang lebih terang (
mb) dari nilai magnitudo bintang yang lebih redup (
mf), lalu menggunakan selisihnya sebagai eksponen untuk bilangan pokok 2,512. Dapat juga ditulis dengan persamaan berikut:
- Δm=mf−mb
- 2.512Δm=ΔL
Walau keduanya bergantung pada luminositas dan jarak bintang dari bumi, magnitudo mutlak sebuah bintang (
M) tidaklah sama dengan magnitudo semunya (
m).
[28] Sebagai contoh, bintang Sirius yang terang memiliki nilai magnitudo semu −1,44, memiliki nilai magnitudo mutlak +1,41.
Matahari memiliki nilai magnitudo semu −26,7, namun magnitudo
mutlaknya hanyalah +4,83. Sirius, bintang paling cemerlang di langit
malam, kira-kira 23 kali lebih terang dari matahari, sedang
Canopus,
bintang paling cemerlang kedua di langit malam dengan magnitudo mutlak
−5,53, kira-kira 14.000 kali lebih terang daripada matahari. Walaupun
Canopus jauh lebih terang daripada Sirius, namun Sirius tampak lebih
cemerlang daripada Canopus. Hal ini disebabkan jarak Sirius yang hanya
8,6 tahun cahaya dari bumi, sementara Canopus jauh lebih jauh dengan
jarak 310 tahun cahaya.
Berdasarkan data tahun 2006, bintang dengan magnitudo absolut paling tinggi yang diketahui adalah
LBV 1806-20, dengan nilai magnitudo −14,2. Bintang ini paling tidak 5.000.000 kali lebih terang dari matahari.
[29] Sedang bintang-bintang dengan luminositas paling rendah yang diketahui saat ini terdapat di gugus
NGC 6397.
Bintang katai merah paling redup dalam gugus tersebut memiliki nilai
magnitudo 26, sementara ditemukan juga bintang katai putih dengan nilai
magnitudo 28. Bintang-bintang redup ini sangatlah samar sehingga
cahayanya sama dengan cahaya lilin ulang tahun di bulan jika dilihat
dari bumi.
[30]
Satuan pengukuran
Kebanyakan parameter-parameter bintang dinyatakan dalam
satuan SI, tetapi
satuan cgs kadang-kadang digunakan (misalnya luminositas dinyatakan dalam satuan
erg
per detik). Penggunaan satuan cgs lebih bersifat tradisi daripada
sebuah konvensi. Namun pada praktiknya seringkali massa, luminositas dan
jari-jari bintang dinyatakan dalam satuan matahari, mengingat matahari
adalah bintang yang paling banyak dipelajari dan diketahui
parameter-parameter fisisnya. Untuk matahari, parameter-parameter
berikut diketahui:
-
Ukuran panjang yang sangat besar, misalnya panjang
sumbu semi-mayor orbit sistem bintang ganda, seringkali dinyatakan dalam
satuan astronomi (
AU = astronomical unit), yaitu jarak rata-rata antara bumi dan matahari.
Sifat dan karakteristik
Hampir semua hal menyangkut sebuah bintang dipengaruhi oleh massa
awalnya, termasuk sifat-sifat penting seperti ukuran dan luminositas,
demikian juga dengan evolusi, umur dan kondisi akhirnya.
Diameter
Bintang sangat beragam ukurannya. Dalam setiap panel pada gambar di
atas, objek paling kanan tampil sebagai objek paling kiri pada panel
berikutnya. Bumi terletak paling kanan pada panel pertama dan matahari
terletak pada urutan kedua dari kanan pada panel ketiga.
Karena jaraknya yang sangat jauh dari bumi, semua bintang kecuali
matahari terlihat hanya seperti titik yang bersinar di langit malam jika
dilihat dengan mata telanjang, dan
berkelip
akibat efek dari atmosfer bumi. Matahari juga adalah sebuah bintang,
namun berjarak cukup dekat dengan bumi sehingga terlihat seperti cakram
di langit serta mampu menerangi bumi. Selain matahari, bintang dengan
ukuran tampak terbesar adalah
R Doradus, yang itu pun hanya 0,057
detik busur.
[33]
Cakram sebagian besar bintang terlalu kecil
diameter sudutnya untuk dapat diamati dengan teleskop optis bumi yang ada saat ini, sehingga dibutuhkan teleskop
interferometer untuk menghasilkan citra sebuah bintang. Teknik lain untuk mengukur diameter sudut bintang adalah lewat
okultasi. Dengan mengukur secara tepat penurunan terang cahaya sebuah bintang saat terjadi okultasi dengan
bulan (atau peningkatan terang cahaya bintang saat bintang tersebut muncul kembali), diameter sudut bintang tersebut dapat dihitung.
[34]
Ukuran bintang sangat beragam, mulai dari
bintang neutron, yang hanya berdiameter antara 20 sampai 40 km, hingga bintang
maharaksasa seperti
Betelgeuse di
rasi bintang Orion, yang berdiameter sekitar 650 kali diameter matahari atau sekitar 900 juta km. Namun Betelgeuse memiliki
kepadatan yang jauh lebih rendah dari matahari.
[35]
Kinematika
Gerak relatif sebuah bintang terhadap matahari dapat memberikan
informasi penting mengenai asal mula dan umur bintang tersebut, bahkan
juga mengenai struktur dan evolusi galaksi di sekitarnya. Komponen gerak
sebuah bintang terdiri atas
kecepatan radialnya menuju atau menjauhi matahari, dan pergeseran melintangnya yang disebut
gerak diri.
Kecepatan radial sebuah bintang diukur lewat
pergeseran doppler pada garis spektrumnya dan dinyatakan dalam satuan
kilometer per
detik. Gerak diri sebuah bintang ditentukan lewat pengukuran astronomis yang teliti dalam satuan mili
detik busur per tahun. Dengan menentukan
paralaks
sebuah bintang, gerak diri dapat kemudian dikonversikan ke dalam satuan
kecepatan. Bintang dengan kecepatan gerak diri yang tinggi kemungkinan
besar berjarak dekat dengan matahari, sehingga cocok untuk diukur
paralaksnya.
[37]
Saat kecepatan kedua gerak tersebut diketahui
kecepatan ruang
bintang relatif terhadap matahari atau Bima Sakti dapat dihitung. Di
antara bintang-bintang sekitar kita, diketahui bahwa bintang-bintang
populasi I yang lebih muda biasanya memiliki kecepatan yang lebih rendah
dibandingkan bintang-bintang populasi II yang lebih tua. Bintang
populasi II memiliki orbit elips yang terinklinasi terhadap bidang
galaksi Bima Sakti.
[38] Perbandingan kinematika berbagai bintang di sekitar matahari juga menyebabkan ditemukannya
himpunan bintang yang kemungkinan besar adalah kumpulan bintang dengan lokasi asal yang sama dalam awan molekul raksasa.
[39]
Komposisi kimia
Saat terbentuk, bintang-bintang di galaksi Bima Sakti massanya terdiri dari sekitar 71% hidrogen dan 27% helium,
[40]
dan sisanya sedikit unsur-unsur yang lebih berat. Biasanya porsi
unsur-unsur berat diketahui dengan mengukur jumlah muatan besi yang
terkandung dalam atmosfer bintang, sebab besi adalah unsur yang umum dan
garis spektrum serapannya relatif mudah untuk dihitung. Karena awan
molekul tempat bintang terbentuk terus menerus diperkaya dengan
unsur-unsur yang lebih berat, pengukuran terhadap komposisi kimia sebuah
bintang dapat digunakan untuk menentukan umurnya.
[41]
Porsi unsur-unsur yang lebih berat juga dapat dijadikan sebagai
petunjuk apakah sebuah bintang memiliki sistem planet atau tidak.
[42]
Bintang dengan kandungan besi terendah yang pernah diukur adalah bintang katai
HE1327-2326, dengan kandungan besi hanya 1/200.000 dari kandungan besi matahari.
[43] Sebaliknya, bintang kaya logam
μLeonis, memiliki kandungan yang hampir dua kali lipat milik matahari, sedang bintang berplanet
14 Herculis, memiliki kandungan yang hampir tiga kali lipat milik matahari.
[44] Ada juga bintang yang komposisi kimianya
ganjil, yang menunjukkan kelimpahan luar biasa unsur-unsur tertentu dalam spektrumnya; khususnya
krom dan
logam tanah jarang.
[45]
Massa
Salah satu bintang paling masif yang diketahui adalah
Eta Carinae.
[46]
Dengan massa hingga 100–150 kali massa matahari, bintang ini pun
memiliki jangka hidup yang hanya beberapa juta tahun. Penelitian
terhadap
gugus Arches menunjukkan bahwa batas tertinggi massa bintang dalam era sekarang alam semesta adalah 150 kali massa matahari.
[47] Alasan untuk batas ini belum diketahui secara pasti, tapi sebagiannya disebabkan oleh
luminositas Eddington,
yaitu jumlah maksimal luminositas yang dapat melewati atmosfer bintang
tanpa harus melontarkan gas ke ruang angkasa. Namun, sebuah bintang
bernama
R136a1 dalam gugus bintang
RMC136a, diukur memiliki massa 265 kali massa matahari, membuat batas tersebut dipertanyakan.
[48] Sebuah penelitian menunjukkan bahwa bintang-bintang dalam gugus bintang
R136
yang bermassa lebih besar dari 150 kali massa matahari terbentuk akibat
tabrakan dan penggabungan bintang-bintang masif dari beberapa
sistem biner yang berdekatan; sehingga bintang-bintang tersebut mampu melewati batas 150 kali massa matahari.
[49]
Nebula
NGC 1999
disinari dengan terang oleh V380 Orionis (tengah), sebuah bintang
variabel dengan massa sekitar 3,5 kali massa matahari. Bagian langit
yang hitam adalah lubang besar ruang kosong dan bukannya
nebula gelap seperti yang dikira sebelumnya.
NASA image
Bintang-bintang pertama yang terbentuk setelah Dentuman besar
kemungkinan berukuran lebih besar dari yang ada sekarang, mencapai
hingga 300 kali massa matahari, bahkan lebih,
[50] akibat tiadanya unsur yang lebih berat dari
litium dalam kandungannya. Namun, generasi bintang-bintang
populasi III yang masif ini sudah lama punah dan hanya ada secara teoritis.
Dengan massa hanya 93 kali massa
Jupiter,
AB Doradus C, bintang teman AB Doradus A, merupakan bintang terkecil yang diketahui masih melakukan fusi nuklir dalam intinya.
[51]
Untuk bintang dengan metalisitas yang mirip dengan matahari, massa
minimum teoritis yang dapat dimiliki bintang, namun masih tetap dapat
melakukan fusi nuklir di intinya, diperkirakan adalah sekitar 75 kali
massa Jupiter.
[52][53]
Namun jika metalisitas sebuah bintang sangat rendah, massa minimumnya
adalah sekitar 8,3% dari massa matahari atau sekitar 87 kali massa
Jupiter, berdasarkan penelitian terkini atas bintang-bintang paling
redup.
[53][54] Bintang yang lebih kecil lagi disebut
katai cokelat, yang menempati daerah abu-abu yang belum terdefenisi secara jelas antara bintang dan
raksasa gas.
Besar gravitasi permukaan sebuah bintang ditentukan oleh diameter dan
massanya. Bintang-bintang raksasa memiliki gravitasi permukaan yang
jauh lebih rendah dari bintang-bintang deret utama, sementara
kebalikannya untuk bintang-bintang kompak seperti katai putih. Gravitasi
permukaan mempengaruhi tampilan spektrum sebuah bintang, dengan
gravitasi yang lebih tinggi menyebabkan pelebaran
garis serapan.
[55]
Medan magnet
Medan magnet sebuah bintang dihasilkan di bagian dalam bintang tempat sirkulasi
konveksi terjadi. Gerakan plasma konduktif ini berfungsi seperti
dinamo,
menghasilkan medan magnet yang meliputi seluruh bintang. Kuatnya medan
magnet sebuah bintang bergantung pada massa dan kandungan bintang
tersebut, dan jumlah aktivitas magnet permukaan bintang bergantung pada
kecepatan rotasi bintang. Aktivitas permukaan ini menghasilkan
bintik bintang,
yang merupakan wilayah permukaan bintang dengan medan magnet yang kuat
namun bersuhu jauh lebih rendah dari wilayah permukaan lainnya.
Lengkungan korona adalah medan magnet yang melengkung dan mencapai hingga ke dalam korona dari daerah aktif bintang.
Semburan bintang adalah semburan partikel-partikel tinggi energi yang terpancar akibat aktivitas magnetis yang sama..
[56]
Bintang-bintang muda yang berputar cepat cenderung memiliki tingkat
aktivitas permukaan yang tinggi akibat pengaruh medan magnetnya. Medan
magnet ini juga dapat memengaruhi
angin bintang,
yang bertindak seperti rem dan perlahan memperlambat laju rotasi
bintang seiring dengan menuanya sebuah bintang. Oleh karena itu,
bintang-bintang yang lebih tua seperti matahari, memiliki laju rotasi
yang dan aktivitas permukaan yang lebih rendah. Tingkat aktivitas
permukaan bintang dengan laju rotasi yang lambat cenderung berupa sebuah
siklus, dan terkadang malah tidak ada sama sekali untuk jangka waktu
tertentu.
[57] Sepanjang masa
minimum Maunder misalnya, matahari hampir tidak menunjukkan aktivitas
bintik matahari selama 70 tahun.
Rotasi
Laju rotasi bintang dapat ditentukan lewat
spektroskopi, atau dapat diukur dengan lebih tepat lagi dengan mengamati laju rotasi
bintik bintang. Bintang-bintang muda dapat memiliki laju rotasi yang tinggi, hingga di atas 100 km/s diukur pada ekuatornya. Bintang kelas B
Achernar,
misalnya, memiliki laju rotasi sekitar 225 km/s atau lebih pada
ekuatornya, menyebabkan daerah ekuatornya menonjol keluar sehingga
bintang ini memiliki diameter ekuator yang lebih dari 1,5 kali jarak
antar kutubnya. Laju rotasi ini hanya sedikit di bawah laju rotasi
kritis sebesar 300 km/s yang akan menyebabkan sebuah bintang hancur.
[58]
Sebaliknya, matahari hanya berputar sekali selama 25–35 hari, dengan
laju rotasi ekuator 1,99 km/s. Medan magnet dan angin bintang
memperlambat laju rotasi bintang-bintang
deret utama secara signifikan seiring dengan berkembangnya sebuah bintang dalam deret utama.
[59]
Bintang degenerat
adalah bintang yang telah menyusut menjadi massa yang kompak dan
mengakibatkan laju rotasi tinggi. Namun laju rotasi ini masih lebih
rendah dari yang diperkirakan oleh hukum kekekalan
momentum sudut. Sebagian besar momentum sudut bintang tersebut menghilang akibat hilangnya massa bintang oleh angin bintang.
[60] Meskipun demikian, laju rotasi bintang pulsar bisa sangat tinggi. Bintang pulsar di pusat
Nebula kepiting misalnya, berputar 30 kali dalam sedetik.
[61] Laju rotasi bintang pulsar akan perlahan melambat akibat emisi radiasi.
Suhu
Suhu permukaan bintang deret utama ditentukan oleh laju penghasilan energi di intinya yang umumnya diperkirakan dari
indeks warna bintang.
[62] Biasanya suhu ini dinyatakan dengan
suhu efektif, yang merupakan suhu jika sebuah bintang dianggap sebagai
benda hitam
ideal yang memancarkan energi dengan luminositas yang sama di seluruh
permukaannya. Jadi suhu efektif hanyalah sebuah gambaran, karena suhu
pada sebuah bintang semakin tinggi jika semakin dekat dengan intinya.
[63] Suhu di daerah inti sebuah bintang mencapai hingga beberapa juta derajat celsius.
[64]
Suhu sebuah bintang menentukan laju ionisasi berbagai unsur di
dalamnya, juga menentukan sifat garis serapan spektrumnya. Suhu
permukaan,
magnitudo absolut
dan sifat serapan spektrografi bintang digunakan sebagai dasar untuk
pengklasifikasian bintang (lihat klasifikasi bintang di bawah)
[55]
Bintang masif dalam
deret utama
dapat bersuhu hingga 50.000 °C. Sedang bintang yang lebih kecil,
seperti matahari, memiliki suhu permukaan beberapa ribu derajat celcius.
Raksasa merah
memiliki suhu permukaan yang relatif rendah sekitar 3.300 °C, namun
bintang ini memiliki luminositas yang tinggi karena permukaan luarnya
yang luas.
[65]
Umur
Sebagian besar bintang berumur antara 1–10 miliar tahun. Beberapa bintang mungkin bahkan berumur mendekati 13,8 miliar tahun–
umur teramati alam semesta. Bintang tertua yang ditemukan hingga saat ini,
HE 1523-0901, diperkirakan berumur 13,2 miliar tahun.
[66][67]
Semakin tinggi massa sebuah bintang maka semakin pendek pula umurnya.
Hal ini terutama disebabkan karena bintang dengan massa yang tinggi
akan memiliki tekanan yang tinggi pula pada intinya yang menyebabkannya
membakar hidrogen dengan lebih cepat. Bintang-bintang paling masif
bertahan rata-rata hanya beberapa juta tahun, sementara bintang dengan
massa minimum (
katai merah) membakar bahan bakarnya dengan perlahan dan bertahan hingga puluhan sampai ratusan miliar tahun.
[68][69]
Klasifikasi
Sistem klasifikasi bintang yang ada saat ini berasal dari awal abad ke-20, ketika bintang diklasifikasikan dari
A hingga
Q berdasarkan kekuatan
garis hidrogennya.
[71]
Pada saat itu belum diketahui bahwa yang paling berpengaruh terhadap
kekuatan garis hidrogen adalah suhu; kekuatan garis hidrogen mencapai
puncaknya pada suhu 9.000 K (8.730 °C) dan melemah baik pada suhu yang
lebih tinggi maupun rendah. Saat sistem klasifikasi diatur ulang
berdasarkan suhu, bentuknya semakin mendekati sistem modern yang kita
pergunakan saat ini.
[72]
Bintang diberi klasifikasi huruf tunggal berdasarkan spektrumnya, dari tipe
O yang sangat panas sampai
M
yang begitu dingin hingga molekul dapat terbentuk pada atmosfernya.
Klasifikasi utama berdasarkan suhunya, dari yang tertinggi ke terendah,
adalah
O,
B,
A,
F,
G,
K, dan
M. Beberapa bintang dengan jenis spektrum yang langka memiliki klasifikasi khusus tersendiri. Paling umumnya adalah kategori
L dan
T,
yang meliputi bintang dengan suhu dan massa yang rendah serta katai
cokelat. Tiap huruf dibagi lagi dalam 10 subbagian yang diberi nomor
0–9, dari suhu yang tertinggi ke yang terendah. Namun sistem ini kurang
tepat pada suhu yang sangat tinggi, yaitu bahwa kemungkinan bintang
kelas
O0 dan
O1 tidak ada.
[73]
Selain itu bintang juga dapat diklasifikasikan berdasarkan efek
luminositas dalam garis spektrumnya, yang sebanding dengan ukuran dan
kuat gravitasi permukaannya. Pengklasifikasian ini dikenal dengan sistem
klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke dalam kelas-kelas berikut :
-
Sebagian besar bintang masuk dalam
deret utama yang terdiri dari bintang-bintang
pembakar hidrogen
biasa. Bintang-bintang ini membentuk pita diagonal tipis dalam grafik
bintang berdasarkan magnitudo absolutnya dan jenis spektrumnya (
diagram Hertzsprung-Russell).
[73] Umumnya kelas bintang dinyatakan dengan dua sistem klasifikasi di atas.
Matahari kita misalnya, adalah sebuah bintang katai kuning deret utama kelas
G2V yang memiliki suhu dan ukuran sedang.
Penamaan tambahan, dalam bentuk huruf kecil, dapat ditulis di
belakang klasifikasi spektrum bintang untuk menunjukkan fitur khusus
spektrum bintang tersebut. Misalnya, huruf "
e" dapat menunjukkan adanya garis emisi; "
m" menunjukkan tingkat logam (metal) yang luar biasa tinggi, dan "
var" dapat berarti jenis spektrum yang bervariasi.
[73]
Bintang katai putih memiliki klasifikasi tersendiri yang dimulai dengan huruf
D. Penggolongan ini dibagi lagi ke dalam kelas-kelas
DA,
DB,
DC,
DO,
DZ, dan
DQ,
tergantung jenis garis spektrumnya yang menonjol. Lalu di belakangnya
diikuti dengan nilai angka yang menunjukkan indeks suhunya.
[74]
Distribusi
Selain berdiri sendiri, bintang bisa juga berada dalam
sistem multibintang.
Sistem multibintang dapat terdiri dari dua atau lebih bintang yang
terikat secara gravitasi dan saling mengorbit satu sama lain. Jenis
sistem multibintang yang paling sederhana dan sering ditemui adalah
bintang biner.
Selain itu telah ditemukan juga sistem multibintang yang memiliki tiga
atau lebih bintang. Sistem multibintang yang demikian seringkali secara
hierarkis tersusun dari beberapa bintang biner untuk mempertahankan
stabilitas orbit bintang-bintangnya.
[75] Terdapat juga kelompok yang lebih besar yang disebut
gugus bintang. Gugus bintang berkisar dari
himpunan bintang yang tidak begitu padat dengan hanya beberapa bintang, hingga
gugus bola yang luar biasa besar dengan ratusan ribu bintang.
Telah lama dianggap bahwa sebagian besar bintang berada dalam sistem
multibintang yang terikat secara gravitasi. Hal ini khususnya benar
untuk bintang-bintang masif kelas O dan B, yang dipercaya 80%
populasinya berada dalam sistem multibintang. Namun semakin kecil
bintang maka semakin banyak pula populasi jenisnya yang berada dalam
sistem bintang tunggal. Hanya 25% katai merah yang diketahui berada
dalam sistem multibintang dan karena 85% dari keseluruhan bintang adalah
katai merah, maka mungkin sekali sebagian besar bintang dalam Bima
Sakti adalah tunggal sejak terbentuk.
[76]
Bintang-bintang tidak menyebar secara merata di alam semesta, tapi
biasanya berkelompok membentuk galaksi bersamaan dengan debu dan gas
antarbintang. Sebuah galaksi biasa mengandung ratusan miliar bintang,
dan terdapat lebih dari 100 miliar (10
11) galaksi dalam
alam semesta teramati.
[77] Berdasarkan sebuah cacah bintang pada tahun 2010 diperkirakan terdapat 300
triyar (
3 × 1023) bintang dalam alam semesta teramati.
[78]
Walau sering dipercaya bahwa bintang hanya terdapat dalam galaksi,
telah ditemukan bintang-bintang yang berada di luar galaksi (
bintang antargalaksi).
[79][note 1]
Bintang terdekat dengan bumi selain matahari adalah
Proxima Centauri yang berjarak sekitar 4,2
tahun cahaya atau kira-kira 39,9 triliun kilometer. Jika jarak ini ditempuh dengan kecepatan orbit
pesawat ulang-alik (8 km/s–hampir 30.000 km/jam), maka akan dibutuhkan waktu kira-kira 150.000 tahun untuk sampai.
[note 2] Jarak seperti ini adalah jarak antar bintang yang umum dalam
piringan galaksi, termasuk di lingkungan sekitar tata surya.
[80] Bintang-bintang dapat sangat berdekatan di pusat galaksi dan dalam
gugus bola atau terpisah sangat jauh dalam
halo galaksi.
Karena jarak antar bintang yang relatif sangat jauh dalam galaksi
selain pada daerah pusat galaksi, tabrakan antar bintang diperkirakan
jarang terjadi. Pada daerah yang lebih padat seperti inti gugus bola
atau pusat galaksi, tabrakan antar bintang dapat sering terjadi.
[81] Tabrakan seperti ini dapat menghasilkan apa yang dikenal dengan bintang
pengelana biru (
blue straggler).
[note 1]
Bintang-bintang abnormal ini memiliki suhu permukaan yang lebih tinggi
dari bintang-bintang deret utama lainnya dalam sebuah gugus bintang
dengan luminositas yang sama.
[82]
Istilah pengelana merujuk pada lokasinya yang berada di luar garis
evolusi normal bintang lain pada diagram Hertzsprung-Russel gugus
bintangya.
Evolusi
Struktur, evolusi, dan nasib akhir sebuah bintang sangat dipengaruhi
oleh massanya. Selain itu, komposisi kimia juga ikut mengambil peran
dalam skala yang lebih kecil.
Terbentuknya bintang
Bintang terbentuk di dalam
awan molekul; yaitu sebuah daerah
medium antarbintang yang luas dengan kerapatan yang tinggi (meskipun masih kurang rapat jika dibandingkan dengan sebuah
vacuum chamber yang ada di Bumi). Awan ini kebanyakan terdiri dari
hidrogen dengan sekitar 23–28%
helium dan beberapa persen elemen berat. Komposisi elemen dalam awan ini tidak banyak berubah sejak peristiwa
nukleosintesis Big Bang pada saat awal
alam semesta.
Gravitasi
mengambil peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang.
Pembentukan bintang dimulai dengan ketidakstabilan gravitasi di dalam
awan molekul yang dapat memiliki massa ribuan kali Matahari.
Ketidakstabilan ini seringkali dipicu oleh gelombang kejut dari
supernova atau tumbukan antara dua
galaksi. Sekali sebuah wilayah mencapai
kerapatan materi yang cukup memenuhi syarat terjadinya
instabilitas Jeans, awan tersebut mulai runtuh di bawah gaya gravitasinya sendiri.
Berdasarkan syarat instabilitas Jeans, bintang tidak terbentuk
sendiri-sendiri, melainkan dalam kelompok yang berasal dari suatu
keruntuhan di suatu awan molekul yang besar, kemudian terpecah menjadi
konglomerasi individual. Hal ini didukung oleh pengamatan dimana banyak
bintang berusia sama tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang.
Begitu awan runtuh, akan terjadi konglomerasi individual dari debu dan gas yang padat yang disebut sebagai
globula Bok.
Globula Bok ini dapat memiliki massa hingga 50 kali Matahari. Runtuhnya
globula membuat bertambahnya kerapatan. Pada proses ini energi
gravitasi diubah menjadi energi panas sehingga temperatur meningkat.
Ketika awan protobintang ini mencapai
kesetimbangan hidrostatik, sebuah
protobintang akan terbentuk di intinya.
Bintang pra deret utama ini seringkali dikelilingi oleh
piringan protoplanet.
Pengerutan atau keruntuhan awan molekul ini memakan waktu hingga
puluhan juta tahun. Ketika peningkatan temperatur di inti protobintang
mencapai kisaran 10 juta kelvin, hidrogen di inti 'terbakar' menjadi
helium dalam suatu reaksi termonuklir. Reaksi nuklir di dalam inti
bintang menyuplai cukup energi untuk mempertahankan tekanan di pusat
sehingga proses pengerutan berhenti. Protobintang kini memulai kehidupan
baru sebagai bintang
deret utama.
Deret Utama
Bintang menghabiskan sekitar 90% umurnya untuk membakar hidrogen
dalam reaksi fusi yang menghasilkan helium dengan temperatur dan tekanan
yang sangat tinggi di intinya. Pada fase ini bintang dikatakan berada
dalam
deret utama dan disebut sebagai bintang katai.
Akhir sebuah bintang
Ketika kandungan
hidrogen
di teras bintang habis, teras bintang mengecil dan membebaskan banyak
panas dan memanaskan lapisan luar bintang. Lapisan luar bintang yang
masih banyak
hidrogen mengembang dan bertukar warna merah dan disebut
bintang raksaksa merah
yang dapat mencapai 100 kali ukuran Matahari sebelum membentuk bintang
kerdil putih. Sekiranya bintang tersebut berukuran lebih besar dari
matahari, bintang tersebut akan membentuk
superraksaksa merah.
Superraksaksa merah ini kemudiannya membentuk
Nova atau
Supernova dan kemudiannya membentuk
bintang neutron atau
Lubang hitam.
Bintang variabel
Tampilan yang tidak simetris dari bintang
Mira, sebuah bintang variabel yang berosilasi.
Citra HST NASA.
Bintang variabel adalah bintang yang luminositasnya berubah-ubah baik
secara berkala maupun secara acak, yang disebabkan oleh faktor dari
dalam maupun luar bintang tersebut. Bintang-bintang variabel yang
diakibatkan faktor dalam bintang itu sendiri dapat digolongkan dalam
tiga kategori utama.
Jenis yang pertama adalah bintang variabel berdenyut. Dalam evolusi
bintang, beberapa bintang memasuki fase di mana mereka dapat berubah
menjadi bintang variabel berdenyut. Bintang variabel jenis ini
berubah-ubah radius dan luminositasnya sepanjang waktu, mengembang dan
mengerut dengan selang waktu dari beberapa menit hingga bertahun-tahun,
tergantung ukuran bintang tersebut. Kategori ini termasuk
bintang variabel chepeid dan mirip chepeid, serta bintang variabel periode panjang seperti
Mira[83]
Yang kedua adalah bintang variabel eruptif, yaitu bintang yang
mengalami lonjakan luminositas tiba-tiba akibat peristiwa semburan
maupun peristiwa pelontaran materi bintang yang berlangsung massal.
[83] Kategori ini termasuk
protobintang,
bintang Wolf-Rayet dan
bintang suar serta bintang raksasa dan maharaksasa.
Yang terakhir adalah bintang variabel eksplosif atau kataklismis termasuk di antaranya bintang
nova dan
supernova.
Sistem bintang biner yang salah satu di antara bintangnya adalah katai
putih, dapat menghasilkan ledakan jenis tertentu secara luar biasa,
termasuk nova dan supernova tipe 1a.
[84]
Ledakan tersebut tercipta ketika katai putih menyedot hidrogen dari
bintang pasangannya, meningkatkan massanya hingga hidrogen di dalamnya
mengalami fusi.
[85] Beberapa nova terjadi berulang-ulang, dengan ledakan berkala yang memiliki amplitudo rendah.
[83]
Bintang juga dapat berubah-ubah luminositasnya akibat faktor-faktor luar, misalnya
bintang biner gerhana, juga bintang yang memiliki bintik bintang yang luar biasa dan berotasi.
[83] Contoh paling terkenal bintang biner gerhana adalah
Algol yang biasanya berubah-ubah magnitudonya antara 2,5 sampai 3,5 dengan periode 2,87 hari.
Struktur
Bagian dalam dari bintang stabil berada dalam keadaan
setimbang secara hidrostatis, di mana gaya akibat
gradien tekanan dari dalam bintang yang mendorong ke luar mengimbangi gaya gravitasi yang menarik ke dalam.
Gradien tekanan
ini diakibatkan oleh gradien suhu plasma bintang, yang tinggi pada
bagian luarnya dan semakin dingin mendekati intinya. Suhu inti sebuah
bintang deret utama atau bintang raksasa paling tidak berada dalam
besaran 10
7 °C. Suhu dan tekanan yang dialami inti pembakar hidrogen pada bintang deret utama cukup untuk memungkinkan
fusi nuklir terjadi dan untuk menghasilkan energi yang cukup guna menghindari keruntuhan bintang.
[86][87]
Ketika mengalami fusi nuklir dalam inti bintang, inti atom memancarkan energi dalam bentuk
sinar gama.
Foton-foton ini berinteraksi dengan plasma sekitarnya dan meningkatkan
energi termal pada inti. Bintang-bintang deret utama mengubah hidrogen
menjadi helium yang membuat proporsi helium dalam intinya meningkat
secara perlahan namun pasti. Akhirnya muatan helium akan menjadi dominan
dan produksi energi pun berhenti dalam inti. Namun bagi bintang yang
bermassa lebih dari 0,4 kali massa matahari, reaksi fusi terjadi pada
lapisan yang perlahan mengembang di sekitar inti helium
degenerat.
[88]
Selain kesetimbangan hidrostatis, bagian dalam sebuah bintang yang stabil juga akan mempertahankan
kesetimbangan termal.
Terdapat gradien suhu di seluruh bagian dalam bintang yang
mengakibatkan aliran energi mengalir ke bagian luar. Aliran energi yang
meninggalkan tiap lapisan dalam bintang ini akan sama dengan aliran yang
datang dari bawah tiap lapisan.
Zona radiasi
adalah daerah pada bagian dalam bintang di mana transfer radiatif cukup
efisien untuk mempertahankan aliran energi. Dalam daerah ini plasma
bintang tidak akan bergerak dan setiap gerakan massa akan terhenti.
Namun, jika tidak demikian, maka plasma menjadi tidak stabil dan akan
terjadi konveksi yang membentuk
zona konveksi.
Hal ini dapat terjadi misalnya pada daerah di mana aliran energi yang
sangat tinggi terjadi, seperti dekat inti bintang atau di daerah dengan
kelegapan (
opacity) tinggi seperti pada lapisan luar.
[87]
Terjadinya konveksi pada lapisan luar bintang deret utama bergantung
pada massanya. Bintang dengan massa berapa kali massa matahari memiliki
zona konveksi jauh di bagian dalam bintang dan zona radiasi pada lapisan
luar. Bintang yang lebih kecil seperti matahari adalah kebalikannya,
dengan zona konveksi yang terletak di lapisan luar.
[89]
Katai merah dengan massa kurang dari 0,4 kali massa matahari hanya
memiliki zona konveksi di seluruh lapisannya sehingga mencegah
terbentuknya inti helium.
[90]
Pada sebagian besar bintang, zona konveksi juga akan berubah-ubah dari
waktu ke waktu seiring dengan menuanya bintang dan berubahnya susunan
inti bintang.
[87]
Diagram ini menunjukkan bagian dalam
matahari.
citra NASA
Bagian dari sebuah bintang yang terlihat bagi pengamat disebut
fotosfer.
Ini adalah lapisan plasma bintang yang menjadi transparan terhadap
foton cahaya. Dari sini, energi yang dihasilkan oleh inti menyebar bebas
ke luar ke angkasa. Di fotosfer inilah
bintik bintang, atau wilayah bersuhu dibawah rata-rata, muncul.
Di atas fotosfer adalah
atmosfer bintang. Pada bintang deret utama seperti matahari, bagian terbawah atmosfer merupakan daerah
kromosfer yang tipis tempat munculnya
spikula dan dimulainya
semburan bintang.
Kromosfer ini dikelilingi oleh daerah transisi, di mana suhu meningkat
dengan cepat dalam jarak hanya 100 km. Di luarnya adalah
korona, volume plasma maha panas yang dapat menjangkau ke luar hingga beberapa juta kilometer.
[91] Keberadaan korona tampaknya bergantung pada zona konveksi pada lapisan luar bintang.
[89] Meskipun suhunya tinggi, korona hanya memancarkan sedikit sekali cahaya. Wilayah korona matahari biasanya hanya terlihat pada
gerhana matahari.
Dari korona,
angin bintang bermuatan partikel plasma mengembang keluar dari bintang, menyebar hingga berinteraksi dengan
medium antarbintang. Untuk matahari, pengaruh
angin suryanya meluas hingga ke seluruh wilayah
heliosfer yang berbentuk gelembung.
[92]
Jalur reaksi fusi nuklir
Diagram rantai proton-proton
Siklus karbon-nitrogen-oksigen
Berbagai reaksi fusi nuklir yang berbeda berlangsung dalam inti bintang sebagai bagian dari
nukleosintesis bintang,
dengan bergantung pada massa dan komposisinya. Massa bersih inti atom
yang terfusi lebih kecil dari jumlah massa inti-inti atom pembentuknya.
Massa yang hilang ini dilepaskan sebagai energi elektromagnetik, sesuai
dengan hukum
kesetaraan massa-energi di mana
E =
mc2.
[93]
Proses fusi hidrogen adalah proses yang peka suhu. Sedikit saja
peningkatan suhu inti akan menyebabkan peningkatan laju fusi yang cukup
besar. Akibatnya, suhu inti bintang-bintang deret utama hanya bervariasi
dari 4 juta derajat celsius untuk bintang kelas M yang kecil hingga 40
juta derajat celsius untuk bintang kelas O yang masif.
[64]
Pada inti matahari yang bersuhu 10 juta derajat celsius, hidrogen di-fusi hingga membentuk helium dalam
reaksi rantai proton-proton:
[94]
- 41H → 22H + 2e+ + 2νe (4.0 MeV + 1.0 MeV)
- 21H + 22H → 23He + 2γ (5.5 MeV)
- 23He → 4He + 21H (12.9 MeV)
Reaksi-reaksi ini menghasilkan reaksi keseluruhan:
- 41H → 4He + 2e+ + 2γ + 2νe (26.7 MeV)
di mana e
+ adalah
positron, γ adalah foton sinar gama, ν
e adalah
neutrino,
dan H dan He masing-masing isotop hidrogen dan helium. Energi yang
dilepaskan oleh reaksi adalah dalam jutaan elektronvolt, yang sebenarnya
hanyalah jumlah energi yang sangat kecil. Namun reaksi ini
terus-menerus terjadi dalam jumlah yang banyak, menghasilkan seluruh
energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan produksi radiasi bintang.
Massa minimum bintang yang dibutuhkan untuk reaksi fusi
Unsur |
Massa
matahari |
Hidrogen |
0,01 |
Helium |
0,4 |
Karbon |
5[95] |
Neon |
8 |
Dalam bintang yang lebih masif, helium dihasilkan dalam siklus reaksi yang
dikatalisasi oleh karbon yang disebut
siklus karbon-nitrogen-oksigen.
[94]
Dalam bintang yang sudah berkembang, dengan suhu inti 100 juta
derajat celsius dan massa antara 0,5 dan 10 kali massa matahari, helium
dapat diubah menjadi karbon lewat
proses tripel alfa yang menggunakan
berilium sebagai unsur perantaranya:
[94]
- 4He + 4He + 92 keV → 8*Be
- 4He + 8*Be + 67 keV → 12*C
- 12*C → 12C + γ + 7.4 MeV
Dengan keseluruhan reaksi berupa:
- 34He → 12C + γ + 7.2 MeV
Dalam bintang masif, unsur-unsur yang lebih berat dapat juga dibakar dalam inti yang mengerut lewat
proses pembakaran neon dan
proses pembakaran oksigen. Tahapan akhir proses nukleosintesis bintang adalah
proses pembakaran silikon
yang mengakibatkan dihasilkannya isotop besi-56 yang stabil. Setelah
itu reaksi fusi tidak dapat diteruskan lagi kecuali lewat proses
endotermik, sehingga energi yang lebih banyak hanya dapat dihasilkan lewat runtuhan gravitasi.
[94]
Contoh di bawah ini menunjukkan waktu yang dibutuhkan bintang
bermassa 20 kali massa matahari untuk menghabiskan seluruh bahan bakar
nuklirnya. Bintang ini masuk dalam kategori bintang kelas O yang
berukuran delapan kali jari-jari matahari dan memiliki lumonisitas
62.000 kali matahari.
[96]
Materi
bahan bakar |
Suhu
(juta derajat celsius) |
Massa jenis
(kg/cm3) |
Jangka waktu pembakaran
(τ dalam tahun) |
H |
37 |
0,0045 |
8,1 juta |
He |
188 |
0,97 |
1,2 juta |
C |
870 |
170 |
976 |
Ne |
1.570 |
3.100 |
0,6 |
O |
1.980 |
5.550 |
1,25 |
S/Si |
3.340 |
33.400 |
0,0315[97] |
Bintang terdekat dari Matahari
Berikut 5 Bintang terdekat dari Matahari.
- Alpha Centauri. Alpha Centauri dikenal juga sebagai Rigil Kentaurus
adalah bintang paling cerah dalam rasi Centaurus. Walaupun tampak
seperti satu titik dilihat dengan mata telanjang, bintang ini sebenarnya
memiliki tiga komponen bintang. Antara lain; Alpha Centauri A (α Cen
A), Alpha Centauri B (α Cen B) komponen ketiga disebut Proxima Centauri
(α Cen C). Alpha Centauri adalah sistem bintang terdekat dari Bumi kita,
dengan jarak 4,2 sampai 4,4 tahun cahaya.
- Bintang Barnard. Bintang Barnard adalah bintang katai merah yang
memiliki massa sangat kecil. Terletak sekitar 6 juta tahun cahaya dari
Bumi. Bintang ini merupakan bintang terdekat yang terletak di rasi
bintang Ophiuchus, dan bintang keempat terdekat dari Matahari, setelah
ketiga komponen Bintang dalam sistem Alpha Centauri.
- Wolf 359. Wolf 359 adalah bintang katai merah yang terletak di
konstelasi Leo, dekat ekliptika. Berjarak sekitar 7,8 tahun cahaya dari
Bumi, dan memiliki magnitudo tampak sebesar 13,5 dan hanya dapat dilihat
dengan teleskop besar. Wolf 359 adalah salah satu bintang terdekat
dengan tata surya kita, setelah Alpha Centauri, Proxima Centauri, dan
bintang Barnard. Kedekatannya pada Bumi menyebabkan Bintang ini banyak
disebut dalam beberapa karya fiksi.
- Lalande 21185. Lalande 21185 adalah bintang merah kecil di
konstelasi Ursa Major. Berjarak sekitar 8,3 tahun cahaya dari Bumi.
Walaupun relatif dekat, namun demikian terlalu redup dilihat dengan mata
telanjang. Dalam waktu sekitar 19.900 tahun, Lalande 21185 akan berada
pada jarak terdekatnya sekitar 4,65 ly (1,43 pc) dari Matahari.
- Sirius. Sirius adalah bintang paling terang di langit malam yang
terletak di rasi Canis Major. Sirius dapat dilihat hampir di semua
tempat di permukaan Bumi kecuali oleh orang-orang yang tinggal pada
lintang di atas 73,284° utara. Sirius adalah salah satu sistem bintang
terdekat dengan Bumi pada jarak 2,6 parsec atau 8,6 tahun cahaya.
This map shows all of the star systems within 14 light-years of the Sun (shown as Sol),
except for four brown dwarfs discovered after 2009. Double and triple
stars are shown "stacked", but the true location is the star closest to
the central plane. Color corresponds to the table above.
This is a 3D map of the nearest stars using the coordinates listed
above. The stars in the front have a right ascension of 18h. An animated
version is available
here.